Friday, July 22, 2016

Pengujian Undang Undang Negara Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan terhadap Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Berdasarkan ketentuan Pasal 24C ayat (1)  Undang Undang Dasar Negera Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 10 ayat (1) huruf a  Undang Undang Negara Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan  Undang Undang Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Undang Undang Negara Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5226), dan Pasal 29 ayat (1) huruf a Undang Undang Negara Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5076),  Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang Undang terhadap  Undang Undang Dasar Negera Republik Indonesia Tahun 1945.

Bahwa Undang Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, telah beberapa kali mengalami pengujian dan untuk lebih lengkapnya kami sajikan dalam bentuk tabel dibawah ini :

Permohonan yang dikabulkan oleh  Mahkamah Konstitusi :

Pasal Yang Diuji
Nomor Putusan
Amar Putusan
Pasal 59 ayat (7)  : 

(7) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) maka demi hukum menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu. 

Pasal 65 ayat (8) : 

(8) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dan ayat (3), tidak terpenuhi, maka demi hukum status hubungan kerja pekerja/buruh dengan perusahaan penerima pemborongan beralih menjadi hubungan kerja pekerja/buruh dengan perusahaan pemberi pekerjaan., 

Pasal 66 ayat (4) : 

(4) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf d serta ayat (3) tidak terpenuhi, maka demi hukum status hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh beralih menjadi hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan pemberi pekerjaan.
Mengadili :

Menyatakan :

1.       Mengabulkan permohonan para pemohon

1.1               Frasa “ demi hukum “ dalam Pasal 59 ayat (7)  Undang Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279), bertentangan dengan  Undang Undang Dasar Negera Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai : “ pekerja/buruh dapat meminta pengesahan nota pemeriksaan pegawai pengawas ketenagakerjaan kepada Pengadilan Negeri setempat dengan syarat : 

    1. Telah dilaksanakan perundingan bipartit namun perundingan bipartit tersebut tidak mencapai kesepakatan atau salah satu pihak menolak untuk berunding dan 

       2. Telah dilakukan pemeriksaan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan berdasarkan peraturan perundang-undangan.’

1.2              Frasa “ demi hukum “ dalam Pasal 59 ayat (7)  Undang Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279), Frasa “ demi hukum “ dalam Pasal 59 ayat (7)  Undang Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279), tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai : “ pekerja/buruh dapat meminta pengesahan nota pemeriksaan pegawai pengawas ketenagakerjaan kepada Pengadilan Negeri setempat dengan syarat :
  
   1. Telah dilaksanakan perundingan bipartit namun perundingan bipartit tersebut tidak mencapai kesepakatan atau salah satu pihak menolak untuk berunding dan
   
     2. Telah dilakukan pemeriksaan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan berdasarkan peraturan perundang-undangan.’

1.3              Frasa “ demi hukum “ dalam Pasal 65 ayat (8)  Undang Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279), bertentangan dengan  Undang Undang Dasar Negera Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai : “ pekerja/buruh dapat meminta pengesahan nota pemeriksaan pegawai pengawas ketenagakerjaan kepada Pengadilan Negeri setempat dengan syarat : 

  1. Telah dilaksanakan perundingan bipartit namun perundingan bipartit tersebut tidak mencapai kesepakatan atau salah satu pihak menolak untuk berunding dan 

    2. Telah dilakukan pemeriksaan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan berdasarkan peraturan perundang-undangan.”

1.4              Frasa “ demi hukum “ dalam Pasal 65 ayat (8)  Undang Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279), Frasa “ demi hukum “ dalam Pasal 59 ayat (7)  Undang Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279), tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai : “ pekerja/buruh dapat meminta pengesahan nota pemeriksaan pegawai pengawas ketenagakerjaan kepada Pengadilan Negeri setempat dengan syarat : 

  1. Telah dilaksanakan perundingan bipartit namun perundingan bipartit tersebut tidak mencapai kesepakatan atau salah satu pihak menolak untuk berunding dan 

    2. Telah dilakukan pemeriksaan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan berdasarkan peraturan perundang-undangan.’

1.5            Frasa “ demi hukum “ dalam Pasal 66 ayat (4)  Undang Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279), bertentangan dengan  Undang Undang Dasar Negera Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai : “ pekerja/buruh dapat meminta pengesahan nota pemeriksaan pegawai pengawas ketenagakerjaan kepada Pengadilan Negeri setempat dengan syarat : 

  1. Telah dilaksanakan perundingan bipartit namun perundingan bipartit tersebut tidak mencapai kesepakatan atau salah satu pihak menolak untuk berunding dan 

    2. Telah dilakukan pemeriksaan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan berdasarkan peraturan perundang-undangan.”

1.6              Frasa “ demi hukum “ dalam Pasal 66 ayat (4)  Undang Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279), Frasa “ demi hukum “ dalam Pasal 59 ayat (7)  Undang Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279), tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai : “ pekerja/buruh dapat meminta pengesahan nota pemeriksaan pegawai pengawas ketenagakerjaan kepada Pengadilan Negeri setempat dengan syarat : 

  1. Telah dilaksanakan perundingan bipartit namun perundingan bipartit tersebut tidak mencapai kesepakatan atau salah satu pihak menolak untuk berunding dan 

    2. Telah dilakukan pemeriksaan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan berdasarkan peraturan perundang-undangan.’

2.      Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.
Pasal 95 ayat (4) :

(4) Dalam hal perusahaan dinyatakan pailit atau dilikuidasi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka upah dan hak-hak lainnya dari pekerja/buruh merupakan utang yang didahulukan pembayaranny
Mengadili :

Menyatakan :

1.    Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian

1.1           Pasal 95 ayat (4)  Undang Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279), bertentangan dengan  Undang Undang Dasar Negera Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai : “ Pembayaran upah pekerja/buruh yang terhutang didahulukan atas semua jenis kreditur termasuk atas tagihan kreditur separatis, tagihan hak Negara, kantor lelang dan badan umum yang dibentuk pemerintah, sedangkan pembayaran hak-hak pekerja/buruh lainnya didahulukan atas semua tagihan termasuk tagihan hak Negara, kantor lelang dan badan umum yang dibentuk pemerintah, kecuali tagihan dari kreditur separatis.

1.2              Pasal 95 ayat (4) Undang Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279), tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Pembayaran upah pekerja/buruh yang terhutang didahulukan atas semua jenis kreditur termasuk atas tagihan kreditur separatis, tagihan hak Negara, kantor lelang dan badan umum yang dibentuk pemerintah, sedangkan pembayaran hak-hak pekerja/buruh lainnya didahulukan atas semua tagihan termasuk tagihan hak Negara, kantor lelang dan badan umum yang dibentuk pemerintah, kecuali tagihan dari kreditur separatis.”

2.      Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.

3.      Menolak permohonan para pemohon untuk selain dan selebihnya.
Pasal 96 :

Tuntutan pembayaran upah pekerja/buruh dan segala pembayaran yang timbul dari hubungan kerja menjadi kedaluwarsa setelah melampaui jangka waktu 2 (dua) tahun sejak timbulnya hak.
Mengadili :

Menyatakan :

1.       Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya.

1.1               Pasal 96 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279), bertentangan dengan  Undang Undang Dasar Negera Republik Indonesia Tahun 1945.

1.2              Pasal 96  Undang Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279), tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

2.      Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya

Pasal 169 ayat (1) huruf c :

c. tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih;
Mengadili :

Menyatakan :

1.       Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya.

1.1               Pasal 169 ayat (1) huruf c Undang Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279), bertentangan dengan  Undang Undang Dasar Negera Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai : “ Pekerja/buruh dapat mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam hal pengusaha tidak membayar upah tepat waktu yang telah ditentukan selama 3 (tiga) bulan bertuturut turut atau lebih, meskipun pengusaha membayar upah secara tepat waktu sesudah itu.”

1.2              Pasal 96  Undang Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279), tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai : “ Pekerja/buruh dapat mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam hal pengusaha tidak membayar upah tepat waktu yang telah ditentukan selama 3 (tiga) bulan bertuturut turut atau lebih, meskipun pengusaha membayar upah secara tepat waktu sesudah itu.”

2.      Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya

Pasal 155 ayat (2) :

(2) Selama putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial belum ditetapkan, baik pengusaha maupun pekerja/buruh harus tetap melaksanakan segala kewajibannya.
Mengadili :

Menyatakan:

1. Mengabulkan permohonan para Pemohon;

2. Frasa ”belum ditetapkan” dalam Pasal 155 ayat (2) Undang Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) adalah bertentangan dengan  Undang Undang Dasar Negera Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai belum berkekuatan hukum tetap;  

3. Frasa ”belum ditetapkan” dalam Pasal 155 ayat (2) Undang Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai belum berkekuatan hukum tetap;

4. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya;
Pasal 59 ayat (1) :

(1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu:
a. pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;
b. pekerjaaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun;
c. pekerjaan yang bersifat musiman; atau
d. pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.

Pasal 59 ayat (8) :

(8) Hal-hal lain yang belum diatur dalam pasal ini akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri
Mengadili :

Menyatakan:

• Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian;

• Frasa “…perjanjian kerja waktu tertentu” dalam Pasal 65 ayat (7) dan frasa “…perjanjian kerja untuk waktu tertentu” dalam Pasal 66 ayat (2) huruf b  Undang Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) bertentangan dengan  Undang Undang Dasar Negera Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang dalam 47 perjanjian kerja tersebut tidak disyaratkan adanya pengalihan perlindungan hak-hak bagi pekerja/buruh yang objek kerjanya tetap ada, walaupun terjadi pergantian perusahaan yang melaksanakan sebagian pekerjaan borongan dari perusahaan lain atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh;

• Frasa “…perjanjian kerja waktu tertentu” dalam Pasal 65 ayat (7) dan frasa “…perjanjian kerja untuk waktu tertentu” dalam Pasal 66 ayat (2) huruf b  Undang Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang dalam perjanjian kerja tersebut tidak disyaratkan adanya pengalihan perlindungan hak-hak bagi pekerja/buruh yang objek kerjanya tetap ada, walaupun terjadi pergantian perusahaan yang melaksanakan sebagian pekerjaan borongan dari perusahaan lain atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh;

• Menolak permohonan Pemohon untuk selain dan selebihnya;

• Memerintahkan untuk memuat putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya;
Pasal 164 ayat (3) :

(3) Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan tutup bukan karena mengalami kerugian 2 (dua) tahun berturut-turut atau bukan karena keadaan memaksa (force majeur) tetapi perusahaan melakukan efisiensi, dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).
Mengadili :

Menyatakan:

Permohonan para Pemohon dikabulkan untuk sebagian;

Menyatakan Pasal 164 ayat (3) Undang Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003
Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279)
bertentangan dengan  Undang Undang Dasar Negera Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang frasa “perusahaan tutup” tidak dimaknai “perusahaan
tutup permanen atau perusahaan tutup tidak untuk sementara waktu”;

Menyatakan Pasal 164 ayat (3)  Undang Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003
Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279)
pada frasa “perusahaan tutup” tidak memiliki kekuatan hukum mengikat
sepanjang tidak dimaknai “perusahaan tutup permanen atau perusahaan tutup
tidak untuk sementara waktu”;

Memerintahkan pemuatan Putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia
sebagaimana mestinya;

Menolak permohonan para Pemohon untuk selain dan selebihnya;
Pasal 120 ayat (1) :

(1) Dalam hal di satu perusahaan terdapat lebih dari 1 (satu) serikat pekerja/serikat buruh maka yang berhak mewakili pekerja/buruh melakukan perundingan dengan pengusaha yang jumlah keanggotaannya lebih dari 50% (lima puluh perseratus) dari seluruh jumlah pekerja/buruh di perusahaan tersebut.

Pasal 120 ayat (2) :

(2) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak terpenuhi, maka serikat pekerja/serikat buruh dapat melakukan koalisi sehingga tercapai jumlah lebih dari 50% (lima puluh perseratus) dari seluruh jumlah pekerja/buruh di perusahaan tersebut untuk mewakili dalam perundingan dengan pengusaha. 

Pasal 120 ayat (3) :

(3) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) atau ayat (2) tidak terpenuhi, maka para serikat pekerja/serikat buruh membentuk tim perunding yang keanggotaannya ditentukan secara proporsional berdasarkan jumlah anggota masing-masing serikat pekerja/serikat buruh.

 Pasal 121 :

Keanggotaan serikat pekerja/serikat buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 dan Pasal 120 dibuktikan dengan kartu tanda anggota.
Mengadili :

• Menyatakan permohonan Pemohon dikabulkan untuk sebagian;

• Menyatakan Pasal 120 ayat (1) dan ayat (2)  Undang Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) bertentangan dengan  Undang Undang Dasar Negera Republik Indonesia Tahun 1945;

• Menyatakan Pasal 120 ayat (3)  Undang Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang KetenagakerjaanUndang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) konstitusional bersyarat (conditionally constitutional) sepanjang: i) frasa, “Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) atau ayat (2) tidak terpenuhi, maka...”, dihapus, sehingga berbunyi, “para serikat pekerja/serikat buruh membentuk tim perunding yang keanggotaannya ditentukan secara proporsional berdasarkan jumlah anggota masing-masing serikat pekerja/serikat buruh”, dan ii) ketentuan tersebut dalam angka (i) dimaknai, “dalam hal di satu perusahaan terdapat lebih dari satu serikat pekerja/serikat buruh, maka jumlah serikat pekerja/serikat buruh yang berhak mewakili dalam melakukan perundingan dengan pengusaha dalam suatu perusahaan adalah maksimal tiga serikat pekerja/serikat buruh atau gabungan serikat pekerja/serikat buruh yang jumlah anggotanya minimal 10% (sepuluh perseratus) dari seluruh pekerja/buruh yang ada dalam perusahaan”;

• Menyatakan Pasal 120 ayat (1) dan ayat (2)  Undang Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) tidak memiliki kekuatan hukum mengikat;

• Menyatakan Pasal 120 ayat (3)  Undang Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang: i) frasa, “Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) atau ayat (2) tidak terpenuhi, maka...”, tidak dihapuskan, dan ii) ketentuan tersebut tidak dimaknai, “dalam hal di satu perusahaan terdapat lebih dari satu serikat pekerja/serikat buruh, jumlah serikat pekerja/serikat buruh yang berhak mewakili dalam melakukan perundingan dengan pengusaha dalam suatu perusahaan adalah maksimal tiga serikat pekerja/serikat buruh atau gabungan serikat pekerja/serikat buruh yang jumlah anggotanya minimal 10% (sepuluh perseratus) dari seluruh pekerja/buruh yang ada dalam perusahaan”;

• Memerintahkan pemuatan Putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya;

• Menolak permohonan Pemohon untuk selain dan selebihnya;
Pasal 158 :

Pasal 158
(1) Pengusaha dapat memutuskan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh dengan alasan pekerja/buruh telah melakukan kesalahan berat sebagai berikut:
a. melakukan penipuan, pencurian, atau penggelapan barang dan/atau uang milik perusahaan;
b. memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan perusahaan;
c. mabuk, meminum minuman keras yang memabukkan, memakai dan/atau mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya di lingkungan kerja;
d. melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja;
e. menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi teman sekerja atau pengusaha di lingkungan kerja;
f. membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
g. dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan bahaya barang milik perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan;
h. dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau pengusaha dalam keadaan bahaya di tempat kerja;
i. membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan negara; atau
j. melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang diancam pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
(2) Kesalahan berat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus didukung dengan bukti sebagai berikut:
a. pekerja/buruh tertangkap tangan;
b. ada pengakuan dari pekerja/buruh yang bersangkutan; atau
c. bukti lain berupa laporan kejadian yang dibuat oleh pihak yang berwenang di perusahaan yang bersangkutan dan didukung oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi.
(3) Pekerja/buruh yang diputus hubungan kerjanya berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat memperoleh uang penggantian hak sebagai dimaksud dalam Pasal 156 ayat (4).
(4) Bagi pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang tugas dan fungsinya tidak mewakili kepentingan pengusaha secara langsung, selain uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) diberikan uang pisah yang besarnya dan pelaksanaannya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
 Pasal 159  :

Apabila pekerja/buruh tidak menerima pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 ayat (1), pekerja/buruh yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan ke lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial

Pasal 160 ayat (1) :

(1) Dalam hal pekerja/buruh ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana bukan atas pengaduan pengusaha, maka pengusaha tidak wajib membayar upah tetapi wajib memberikan bantuan kepada keluarga pekerja/buruh yang menjadi tanggungannya dengan ketentuan sebagai berikut:
a. untuk 1 (satu) orang tanggungan : 25% (dua puluh lima perseratus) dari upah;
b. untuk 2 (dua) orang tanggungan : 35% (tiga puluh lima perseratus) dari upah;
c. untuk 3 (tiga) orang tanggungan : 45% (empat puluh lima perseratus) dari upah;
d. untuk 4 (empat) orang tanggungan atau lebih : 50% (lima puluh perseratus) dari upah.

 Pasal 170 : 

Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan tidak memenuhi ketentuan Pasal 151 ayat (3) dan Pasal 168, kecuali Pasal 158 ayat (1), Pasal 160 ayat (3), Pasal 162, dan Pasal 169 batal demi hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan pekerja/buruh yang bersangkutan serta membayar seluruh upah dan hak yang seharusnya diterima.

Pasal 171 :

Pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja tanpa penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 ayat (1), Pasal 160 ayat (3), dan Pasal 162, dan pekerja/buruh yang bersangkutan tidak dapat menerima pemutusan hubungan kerja tersebut, maka pekerja/buruh dapat mengajukan gugatan ke lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak tanggal dilakukan pemutusan hubungan kerjanya.

Pasal 186 :

(1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 93 ayat (2), Pasal 137, dan Pasal 138 ayat (1), dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana pelanggaran.
Mengadili :

Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian;

• Pasal 158;
• Pasal 159;
• Pasal 160 ayat (1) sepanjang mengenai anak kalimat “…. bukan atas pengaduan pengusaha …”;
• Pasal 170 sepanjang mengenai anak kalimat “.… kecuali Pasal 158 ayat (1), …”;-
• Pasal 171 sepanjang menyangkut anak kalimat “…. Pasal 158 ayat (1)…”;
• Pasal 186 sepanjang mengenai anak kalimat “…. Pasal 137 dan Pasal 138 ayat (1)…”;

Menyatakan Pasal 158; Pasal 159; Pasal 160 ayat (1) sepanjang mengenai anak kalimat “…. bukan atas pengaduan pengusaha …”; Pasal 170 sepanjang mengenai anak kalimat “…. kecuali Pasal 158 ayat (1) …”; Pasal 171 sepanjang menyangkut anak kalimat “…. Pasal 158 ayat (1) …”; dan Pasal 186 sepanjang mengenai anak kalimat “…. Pasal 137 dan Pasal 138 ayat (1) …”  Undang Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;

Menolak permohonan para Pemohon untuk selebihnya;

Permohonan yang ditolak oleh  Mahkamah Konstitusi :


Pasal Yang Diuji
Nomor Putusan
Amar Putusan
Pasal 59 ayat (7), pasal 65 ayat (8), Pasal 66 ayat (4)
Mengadili :
Menyatakan :
Dalam Eksepsi :
Menolak Eksepsi Para Pihak terkait untuk seluruhnya
Dalam Pokok Permohonan :
Menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya
Pasal 160 ayat (3), ayat (7), Pasal 162 ayat (1), ayat (2)
Mengadili :
Menyatakan menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya
Pasal 163 ayat (1)
Menyatakan menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya.
Pasal 1 ayat (22), Pasal 88 ayat (3) huruf a, Pasal 90 ayat (2), Pasal 160 ayat (3), ayat (6), Pasal 162 ayat (1), Pasal 171
Mengadili :
Menolak Permohonan Pemohon untuk seluruhnya

Demikian semoga bermanfaat, apabila ada pertanyaan, kritik dan saran bisa menghubungi di :


     Kantor Hukum
   Dang & Partner
    Advokat, Pengacara & Konsultan Hukum



Dang Tendi Satriadi, SH
Advokat



    Office :
    Green Village Blok C No. 7 Jl. Kaliabang, Kel. Perwira, Kec. Bekasi Utara Kota Bekasi
   HP : 082218722913


Terimakasih!

Contact Form

Name

Email *

Message *